Di dalam mazhab Syafi'i, membaca talqin setelah
mayat dikebumikan adalah satu amalan yang diterima sebagai sunat atau mustahab.
Sumber:
Hukum Membaca Talqin
Dasar Hukum Talqin
Hukum Membaca Yasin dan tahlil secara berjamaah
Sumber:
Hukum Membaca Talqin
Dasar Hukum Talqin
Hukum Membaca Yasin dan tahlil secara berjamaah
Perintah Talqin Mayat
lenggangkangkung-my.blogspot
Perintah Talqin Mayit
Telah umum dalam masyarakat kita,
selesai jenazah dimakamkan salah seorang dari pihak keluarga mayit duduk
disamping makam lalu mulai melafadzkan bacaan talqin[i] bagi mayit. Namun
dewasa ini, ada satu kelompok yang mengklaim dirinya paling mengikuti al-Qur’an
dan sunnah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan bahwa talqin
mayit adalah bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak
bermanfaat bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam
masyarakat, benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal
telah dilakukan oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan
membahas tentang dalil-dalil yang menjadi landasan talqin mayit agar bisa
memberikan kejelasan pada masyarakat.
Dasar hukum talqin mayit
Salah satu dasar hukum mengenai
talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan
imam An Nasai :
لقنوا
موتاكم لا إله إلا الله“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “
Memang mayoritas ulama mengatakan
bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas
orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits
tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika
kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang telah mati.
karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna
majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan
yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna
majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah
mayit kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan
qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam
kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna
majasnya (orang yang hampir mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut
tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم
kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna
aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah
yang dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy
Syaukany, dan Ulama lainya.
Selain hadits di atas, masih ada
hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan,
yaitu :
إِذَا
مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ،
فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ
يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ،
وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ
الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا،
وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا
يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ،
فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن
حَوَّاءَ. رواه الطبراني“
Jika salah satu diantara kalian
mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu
dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan
(sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang
mati, pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian
berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah
(sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian berkata
lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah
(sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami
petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan kalian tidak akan merasakannya.
Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari
dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan
utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi
Nabimu, dan Al Quran menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling
berpegangan tangan dan berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk
(menanyakan) di sisi orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya
(jawabannya), maka Allah menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah)
baginya bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya :
wahai Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah menjawab :
nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa” (H.R. Thabrani) (2).
Berdasarkan hadits ini ulama
Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah serta
Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist
yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa hadits dhaif masih bisa
dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran untuk
beramal, selama tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits shohih
dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk
(ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Selain itu, hadist ini juga
diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ
الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا
لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ،
وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .“Apabila Rasulullah SAW selesai
menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata : mintalah
kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan (dalam
menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang
ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam
Muslim r.a :
وعن عمرو
بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ
قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ
بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلمDiriwayatkan
dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka
hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta
dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya
mengetahui apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa
talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa
mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur dengannya.
Salah satu ayat yang mendukung
hadits di atas adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]“Dan tetaplah memberi
peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk
memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup.
Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga
dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan
mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang
mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut(7). Jadi ucapan
pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti
bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Referensi
(1)شرح
النووي على صحيح مسلم – (6 / 219(1 ( كتاب الجنائز) 916 الجنازة مشتقة من جنز إذا ستر ذكره بن فارس
وغيره والمضارع يجنز بكسر النون والجنازة بكسر الجيم وفتحها والكسر أفصح ويقال
بالفتح للميت وبالكسر للنعش عليه ميت ويقال عكسه حكاه صاحب المطالع والجمع جنائز
بالفتح لا غير قوله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لا إله إلا الله معناه من
حضره الموت والمراد ذكروه لا إله إلا الله لتكون آخر كلامه كما في الحديث من كان
آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة والأمر بهذا التلقين أمر ندب وأجمع العلماء
على هذا التلقين وكرهوا الاكثار عليه والموالاة لئلا يضجر بضيق حاله وشدة كربه
فيكره ذلك بقلبه ويتكلم بما لا يليق قالوا وإذا قاله مرة لا يكرر عليه إلا أن
يتكلم بعده بكلام آخر فيعاد التعريض به ليكون آخر كلامه ويتضمن الحديث الحضور عند
المحتضر لتذكيره وتأنيسه واغماض عينيه والقيام بحقوقه وهذا مجمع عليه قوله وحدثنا
قتيبة حدثنا عبد العزيز الدراوردي وروح وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة أخبرنا خالد بن
مخلد أخبرنا سليمان بن بلال جميعا بهذا الاسناد هكذا هو في جميع النسخ وهو صحيح
قال أبو علي الغساني وغيره معناه عن عمارة بن غزية الذي سبق فيه الاسناد الأول
ومعناه روى عنه الدراوردي وسليمان بن بلال وهو كما قاله(2)المعجم الكبير للطبراني
– (ج 7 / ص 286(
حَدَّثَنَا
أَبُو عَقِيلٍ أَنَسُ بن سَلْمٍ الْخَوْلانِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن
إِبْرَاهِيمَ بن الْعَلاءِ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن عَيَّاشٍ،
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ بن مُحَمَّدٍ الْقُرَشِيُّ، عَنْ يَحْيَى بن أَبِي
كَثِيرٍ، عَنْ سَعِيدِ بن عَبْدِ اللَّهِ الأَوْدِيِّ، قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا
أُمَامَةَ وَهُوَ فِي النَّزْعِ، فَقَالَ: إِذَا أَنَا مُتُّ، فَاصْنَعُوا بِي
كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نصْنَعَ
بِمَوْتَانَا، أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ:”إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى
قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ
بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن
فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ،
فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا
خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ،
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا،
وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ
مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ:
انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ
اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ
يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن
حَوَّاءَ”.المقاصد الحسنة للسخاوي ج 1 ص 167
الطبراني
في الدعاء ومعجمه الكبير من طريق محمد بن إبراهيم بن العلاء الحمصي حدثنا إسماعيل
بن عياش حدثنا عبد الله بن محمد القرشي عن يحيى بن أبي كثير عن سعيد بن عبد الله
الأودي وقال شهدت أبا أمامة وهو في النزع فقال إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمر رسول
الله أن نصنع بموتانا أمرنا رسول الله فقال (إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم على
قبره فليقم أحدكم على رأس قبره ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب ثم
يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يستوي قاعدا ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يقول
أرشد رحمك الله ولكن لا تشعرون فليقل اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله
إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا ومحمد نبيا
وبالقرآن إماما فإن منكرا ونكيرا يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه يقول انطلق ما تقعد
عند من لقن حجته فيكون الله حجيجه دونهما) فقال رجل يا رسول الله فإن لم يعرف اسم
أمه قال (فلينسبه إلى حواء فلان ابن حواء)(3)الأذكار ج 1 ص 162وأما تلقـين الـميت
بعد الدفن، فقد قال جماعة كثـيرون من أصحابنا بـاستـحبـابه، ومـمن نصَّ علـى
استـحبـابه: القاضي حسين فـي تعلـيقه، وصاحبه أبو سعد الـمتولـي فـي كتابه
«التتـمة»، والشيخ الإمام الزاهد أبو الفتـح نصر بن إبراهيـم بن نصر الـمقدسي،
والإمام أبو القاسم الرافعي وغيرهم، ونقله القاضي حسين عن الأصحاب. وأما لفظه:
فقال الشيخ نصر: إذا فرغ من دفنه يقـف عند رأسه ويقول: يا فلان بن فلان، اذكر
العهد الذي خرجت علـيه من الدنـيا: شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن
مـحمداً عبدُه ورسوله، وأن الساعة آتـيةٌ لا ريبَ فـيها، وأن الله ببعث من فـي
القبور، قل: رضيت بـالله ربـاً، وبـالإسلام ديناً، وبـمـحمد نبـياً، وبـالكعبة
قبلةً، وبـالقرآن إماماً، وبـالـمسلـمين إخواناً، ربـي الله، لا إله إلا هو، وهو
ربُّ العرش العظيـم، هذا لفظ الشيخ نصر الـمقدسي فـي كتابه «التهذيب»، ولفظ
البـاقـين بنـحوه، وفـي لفظ بعضهم نقص عنه، ثم منهم من يقول: يا عبد الله بن أمة
الله، ومنهم من يقول: يا عبد الله بن حواء، ومنهم من يقول: يا فلان ـ بـاسمه ـ ابن
أمة الله، أو يا فلان بن حواء، وكله بـمعنًى. وسئل الشيخ الإمام أبو عمرو بن
الصلاح ـ رحمه الله ـ عن هذا التلقـين، فقال فـي «فتاويه»: التلقـين هو الذي نـختاره ونعمل به، وذكره جماعة من أصحابنا
الـخراسانـيـين، قال: وقد روينا فيه حديثا من حديث أبي أمامة ليس بالقائم إسناده
” (1) ، قال الحافظ بعد تخريجه : هذا حديث غريب ،
وسند الحديث من الطريقين ضعيف جدا ولكن اعتضد بشواهد ، وبعمل أهل الشام به قديما.
قال : وأما تلقين الطفل الرضيع ، فما له مستند يعتمد ، ولا نراه ، والله
أعلم.الجوهرة النيرة ص2 ج2
[مَنْ
كَانَ آخِرُ كَلامِهِ لا إلَهَ إلا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ] وَأَمَّا تَلْقِينُ
الْمَيِّتِ فِي الْقَبْرِ فَمَشْرُوعٌ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ لأَنَّ اللَّهَ
تَعَالَى يُحْيِيه فِي الْقَبْرِ وَصُورَتُهُ أَنْ يُقَالَ يَا فُلانُ بْنَ فُلانٍ
أَوْ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ اُذْكُرْ دِينَك الَّذِي كُنْت
عَلَيْهِ وَقَدْ رَضِيت بِاَللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ
نَبِيًّا. فَإِنْ قِيلَ إذَا مَاتَ مَتَى يُسْأَلُ اخْتَلَفُوا فِيهِ قَالَ
بَعْضُهُمْ حَتَّى يُدْفَنَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فِي بَيْتِهِ تُقْبَضُ عَلَيْهِ
الأَرْضُ وَتَنْطَبِقُ عَلَيْهِ كَالْقَبْرِ وَالْقَوْلُ الأَوَّلُ أَشْهَرُ
لأَنَّ الآثَارَ وَرَدَتْ بِهِ. فَإِنْ قِيلَ هَلْ يُسْأَلُ الطِّفْلُ الرَّضِيعُ
فَالْجَوَابُ أَنَّ كُلَّ ذِي رُوحٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَإِنَّهُ يُسْأَلُ فِي
الْقَبْرِ بِإِجْمَاعِ أَهْلِ السُّنَّةِ لَكِنْ يُلَقِّنُهُ الْمَلَكُ فَيَقُولُ
لَهُ مَنْ رَبُّك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ اللَّهَ رَبِّي ثُمَّ يَقُولُ لَهُ مَا
دِينُك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ دِينِي الإِسْلامُ ثُمَّ يَقُولُ لَهُ مَنْ
نَبِيُّك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ نَبِيِّي مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لا يُلَقِّنُهُ بَلْ يُلْهِمُهُ اللَّهُ حَتَّى
يُجِيبَ كَمَا أُلْهِمَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلامُ فِي الْمَهْدِ.فتاوى ابن حجر
الهيثمي ج 5 ص 226وَسُئِلَ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هَلْ تَلْقِينُ الْمَيِّتِ
بَعْدَ صَبِّ التُّرَابِ أَوْ قَبْلَهُ وَإِذَا مَاتَ طِفْلٌ بَعْدَ مَوْتِ
أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا كَيْفَ الدُّعَاءُ فِي الصَّلاةِ عَلَيْهِ ؟
(فَأَجَابَ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِقَوْلِهِ لا يُسَنُّ التَّلْقِينُ قَبْلَ
إهَالَةِ التُّرَابِ بَلْ بَعْدَهُ كَمَا اعْتَمَدَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ
وَجَزَمْتُ بِهِ فِي شَرْحِ الإِرْشَادِ وَإِنْ اخْتَارَ ابْنُ الصَّلاحِ أَنَّهُ
يَكُونُ قَبْلَ الإِهَالَةِ قَالَ الإِسْنَوِيُّ وَسَوَاءٌ فِيمَا قَالُوهُ فِي
الدُّعَاءِ فِي الصَّلاةِ عَلَى الطِّفْلِ مَاتَ فِي حَيَاةِ أَبَوَيْهِ أَمْ لا
لَكِنْ خَالَفَهُ الزَّرْكَشِيُّ فَقَالَ إنْ كَانَ أَبَوَاهُ مَيِّتَيْنِ أَوْ
أَحَدُهُمَا أَتَى بِمَا يَقْتَضِيهِ الْحَالُ وَالدَّمِيرِيُّ فَقَالَ إنْ كَانَ
أَبَوَاهُ مَيِّتَيْنِ لَمْ يَدْعُ لَهُمَا. وَاَلَّذِي قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ
أَوْجَهُ كَمَا ذَكَرْتُهُ فِي شَرْحِ الْعُبَابِ فَحِينَئِذٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ
اجْعَلْهُ فَرَطًا لأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَهَذِهِ الأَوْصَافُ كُلُّهَا
لائِقَةٌ بِالْمَيِّتِ وَالْحَيِّ فَلْيَأْتِ بِهَا سَوَاءٌ كَانَا حَيَّيْنِ أَوْ
مَيِّتَيْنِ أَمَّا السَّلَفُ وَالذُّخْرُ فَوَاضِحٌ وَأَمَّا الْفَرَطُ فَهُوَ
السَّابِقُ الْمُهَيِّئُ لِمَصَالِحِهِمَا فِي الآخِرَةِ وَلَيْسَ الْمُرَادُ
السَّبْقَ بِالْمَوْتِ بَلْ السَّبْقَ بِتَهْيِئَةِ الْمَصَالِحِ وَلا شَكَّ أَنَّ
الْمَيِّتَ يَحْتَاجُ إلَى مَنْ يَسْبِقُهُ إلَى الْجَنَّةِ أَوْ الْمَوْقِفِ
لِيُهَيِّئَ لَهُ الْمَصَالِحَ وَوَلَدُهُ الطِّفْلُ كَذَلِكَ. وَأَمَّا الْعِظَةُ
فَتَخْتَصُّ بِالْحَيِّ فَيَقُولُ وَعِظَةً لِلْحَيِّ مِنْ أَبَوَيْهِ فَإِنْ
مَاتَا حَذَفَ هَذِهِ اللَّفْظَةَ وَكَذَلِكَ الاعْتِبَارُ وَالشَّفِيعُ عَامٌّ
لِلْحَيِّ وَالْمَيِّتِ فَيَأْتِي بِهِ فِيهِمَا وَتَثْقِيلُ الْمَوَازِينِ
كَذَلِكَ بِخِلافِ أَفْرِغْ الصَّبْرَ وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَأْتِي بِالأَلْفَاظِ
كُلِّهَا سَوَاءٌ كَانَا حَيَّيْنِ أَمْ مَيِّتَيْنِ إلا قَوْلَهُ عِظَةً
وَاعْتِبَارًا وَأَفْرِغْ الصَّبْرَ فَإِنَّهُ لا يَأْتِي بِهَا إلا إذَا كَانَا
حَيَّيْنِ أَوْ أَحَدُهُمَا فَإِنْ كَانَا حَيَّيْنِ فَوَاضِحٌ أَوْ أَحَدُهُمَا
فَقَطْ ذَكَرَهُ فَقَالَ وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا لِلْحَيِّ مِنْهُمَا وَأَفْرِغْ
الصَّبْرَ عَلَى قَلْبِ الْحَيِّ مِنْهُمَا وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ.مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ج 1 ص
447(ويسنُّ أن يقف جماعة بعد دفنه عند قبره ساعة يسألون لـه التثبيت) لأنه كان إذا
فرغ من دفن الميت وقف عليه وقال: «اسْتَغْفِرُوا لأخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ
التَّثْبِيتَ، فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ» رواه البزّار، وقال الحاكم: إنه صحيح
الإسناد. وروى مسلم عن عمرو بن العاص أنه قال: «إذا دفنتموني فأقيموا بعد ذلك حول
قبري ساعة قد ما تُنْحَرُ جزور ويفرَّقُ لحمها حتى أَستأنِسَ بكم وأعلم ماذا أراجع
رُسُلَ ربي». ويسنُّ تلقينُ الميت المكلف بعد الدفن، فيقال لـه: «يا عبداللـه ابن
أَمَةِ اللَّهِ أَذْكُر ما خرجت عليه من دار الدنيا شهادة أن لا إلـه إلاَّ اللـه
وأن محمداً رسول اللـه، وأن الجنة حقّ، وأن النار حقّ، وأن البعث حقّ، وأن الساعة
آتية لا ريب فيها، وأن اللـه يبعث من في القبور، وأنك رضيت باللـه ربّاً وبالإسلام
ديناً وبمحمدٍ نبيّاً وبالقرآن إماماً وبالكعبة قِبْلَةً وبالمؤمنين إخواناً».
لحديث وَرَدَ فيه. قال في الروضة: والحديث إن كان ضعيفاً
لكنه اعتضد بشواهد من الأحاديث الصحيحة، ولم تزل الناس على العمل به من العصر
الأوّل في زمن من يُقْتَدَى به، وقد قال تعالى: {وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى
تَنْفَعُ المُؤْمِنِينَ} ؛ وَأَحْوَجُ ما يكون العبد إلى التذكير في هذه الحالة؛
ويقعد الملقِّنُ عند رأس القبر. أما غير المكلَّف، وهو الطفل ونحوه ممن لم يتقدم
لـه تكليفٌ، فلا يسنُّ تلقينه؛ لأنه لا يفتن في قبره. (و) يسنُّ (لجيران أهلـه)
ولأقاربه الأباعد وإن كان الأهل بغير بلد الميت، (تهيئة طعام يشبعهم) أي أهلـه
الأقارب، (يومهم وليلتهم) لقولـه لما جاء
خبر قتل جعفر: «اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَاماً فَقَدْ جَاءَهُمْ مَا
يَشْغَلُهُمْ» حسَّنه الترمذي وصحّحه الحاكم؛ ولأنه بِرٌّ ومعروف.تتمة في التلقين
بعد الدفن اعلم أن مسألة التلقين قبل الموت لم نعلم فيها خلافا وأما بعد الموت وهي
التي تقدم ذكرها في الهداية وغيرها فاختلف الأئمة والعلماء فيها فالحنفية لهم فيها
ثلاثة أقوال الأول أنه يلقن بعد الموت لعود الروح للسؤال والثاني لا يلقن والثالث
لا يؤمر به ولا ينهى عنه وعند الشافعية يلقن كما قال ابن حجر في التحفة ويستحب
تلقين بالغ عاقل أو مجنون سبق له تكليف ولو شهيدا كما اقتضاه إطلاقهم بعد تمام
الدفن لخبر فيه وضعفه اعتضد بشواهد على أنه من الفضائل فاندفع قول ابن عبد السلام
أنه بدعة انتهى وأما عند الإمام مالك نفسه فمكروه قال الشيخ علي المالكي في كتابه
كفاية الطالب الرباني لختم رسالة ابن أبي زيد القيرواني ما لفظه وأرخص بمعنى استحب
بعض العلماء هو ابن حبيب في القراءة عند رأسه أو رجليه أو غيرهما ذلك بسورة يس لما
روي أنه قال ما من ميت يقرأ عند رأسه سورة يس إلا هون الله تعالى عليه ولم يكن ذلك
أي ما ذكر من القراءة عند المحتضر عند مالك رحمه الله تعالى أمرا معمولا وإنما هو
مكروه عنده وكذا يكره عند تلقينه بعد وضعه في قبره انتهى وأما الحنبلية فعند
أكثرهم يستحب قال الشيخ عبد القادر بن عمر الشيباني الحنبلي في شرح دليل الطالب ما
لفظه واستحب الأكثر تلقينه بعد الدفن انتهى واستفيد منه أن غير الأكثر من الحنابلة
يقول بعدم التلقين بعد الموتسبل السلام – (ج 3 / ص 155(وَعَنْ ضَمْرَةَ بْنِ
حَبِيبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَحَدِ التَّابِعِينَ – قَالَ : كَانُوا
يَسْتَحِبُّونَ إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ ، وَانْصَرَفَ النَّاسُ
عَنْهُ .أَنْ يُقَالَ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ ، قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، يَا فُلَانُ : قُلْ رَبِّي
اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ ، رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ مَوْقُوفًا – وَلِلطَّبَرَانِيِّ
نَحْوُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ مَرْفُوعًا مُطَوَّلًا .
(4)أضواء
البيان ج 6 ص 225
ومما قاله
ابن القيم في كلامه الطويل، قوله: وقد ترجم الحافظ أبو محمد عبد الحقّ الأشبيلي
على هذا، فقال: ذكر ما جاء أن الموتى يسألون عن الأحياء، ويعرفون أقوالهم
وأعمالهم، ثم قال: ذكر أبو عمر بن عبد البرّ من حديث ابن عباس، عن النبيّ صلى الله
عليه وسلّم: «ما من رجل يمرّ بقبر أخيه المؤمن كان يعرفه فيسلم عليه، إلاّ عرفه
وردّ عليه السّلام». ويروى من حديث أبي هريرة مرفوعًا، قال: «فإن لم يعرفه وسلّم
عليه ردّ عليه السلام»، قال: ويروى من حديث
عائشة رضي اللَّه عنها، أنّها قالت: قال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلّم: «ما من
رجل يزور قبر أخيه فيجلس عنده، إلاّ استأنس به حتى يقوم»، واحتجّ الحافظ أبو محمد
في هذا الباب بما رواه أبو داود في سننه، من حديث أبي هريرة، قال:
قال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلّم: «ما من أحد يسلّم
عليّ إلاّ ردّ اللَّه عليّ روحي حتى أردّ عليه السّلام». ثم ذكر ابن القيّم عن عبد
الحق وغيره مرائي وآثارًا في الموضوع، ثم قال في كلامه الطويل: ويدلّ على هذا
أيضًا ما جرى عليه عمل الناس قديمًا وإلى الآن، من تلقين الميت في قبره ولولا أنه
يسمع ذلك وينتفع به لم يكن فيه فائدة، وكان عبثًا. وقد سئل عنه الإمام أحمد رحمه
اللَّه، فاستحسنه واحتجّ عليه بالعمل. ويروى فيه حديث ضعيف: ذكر الطبراني في معجمه
من حديث أبي أُمامة، قال: قال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلّم: «إذا مات أحدكم
فسوّيتم عليه التراب، فليقم أحدكم على رأس قبره، فيقول: يا فلان ابن فلانة»،
الحديث. وفيه: «اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة ألا إله إلا اللَّه، وأن
محمّدًا رسول اللَّه، وأنك رضيت باللَّه ربًّا، وبالإسلام دينًا، وبمحمّد نبيًّا،
وبالقرءان إمامًا»، الحديث. ثم قال ابن القيّم: فهذا الحديث وإن لم يثبت، فاتصال
العمل به في سائر الأمصار والأعصار من غير إنكار كاف في العمل بهالمجموع شرح
المهذب ج 5 ص 226الرابعة: قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس
عند رأسه إنسان ويقول: «يا فلان ابن فلان ويا عبد الله بن أمة الله اذكر العهد
الذي خرجت عليه من الدنيا، شهادة أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له. وأن محمداً
عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لا ريب فيها
وأن الله يبعث من في القبور. وإنك رضيت بالله رباً وبالإسلام ديناً وبمحمد نبياً
وبالقرآن إماماً وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين إخواناً» زاد الشيخ نصر: «ربي الله لا إله إلاّ هو عليه توكلت وهو رب العرش العظيم»
فهذا التلقين عندهم مستحب، وممن نص على استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر
المقدسي والرافعي وغيرهم. ونقله القاضي حسين عن أصحابنا مطلقاً، وسئل الشيخ أبو
عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال: (التلقين هو الذي نختاره ونعمل به، قال:
وروينا فيه حديثاً من حديث أبي أمامة ليس إسناده بالقائم، لكن اعتضد بشواهد، وبعمل
أهل الشام قديماً) هذا كلام أبي عمرو. قلت: حديث أبي أمامة رواه أبو القاسم
الطبراني في معجمه بإسناد ضعيف، ولفظه: عن سعيد بن عبد الله الأزدي قال: «شهدت أبا
أمامة رضي الله عنه وهو في النزع فقال: إذا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسول الله صلى
الله عليه وسلّم فقال: إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب على قبره فليقم أحدكم
على رأس قبره ثم ليقل: يا فلان ابن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول: يا فلان
ابن فلانة فإنه يستوى قاعداً، ثم يقول: يا فلان ابن فلانة فإنه يقول: أرشدنا رحمك
الله ولكن لا تشعرون، فليقل اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلاّ
الله وأن محمداً عبده ورسوله وإنك رضيت بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً
وبالقرآن إماماً، فإن منكراً ونكيراً يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول انطلق
بنا ما نقعد عند من لقن حجته فقال رجل يا رسول الله فان لم نعرف أمه قال فينسبه
إلى امه حواء يا فلان ابن حواء ” قلت فهذا الحديث وان كان ضعيفا فيستأنس به وقد
اتفق علماء المحدثين وغيرهم علي المسامحة في أحاديث الفضائل والترغيب والترهيب وقد
أعتضد بشواهد من الاحاديث كحديث ” واسألوا له الثبيت ” ووصية عمرو بن العاص وهما
صحيحان سبق بيانهما قريبا ولم يزل اهل الشام علي العمل بهذا في زمن من يقتدى به
والي الآن وهذا التلقين انما ” هو في حق المكلف الميت اما الصبى فلا يلقن والله
اعلم(5)سبل السلام – (ج 3 / ص 151)
وَعَنْ
عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ :
اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ
يُسْأَلُ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .(6)رياض الصالحين – (ج
1 / ص 477)
وعن عمرو
بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ
قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ
بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم(7)التاج
والإكليل لمختصر خليل ج 3 ص 3
قال أبو
حامد : ويستحب تلقين الميت بعد الدفن. وقال ابن العربي في مسالكه: إذا أدخل الميت
قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة الصالحين من الأخيار
لأنه مطايق لقوله تعالى: {وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين} وأحوج ما يكون العبد إلى
التذكير بالله عند سؤال الملائكةلسان العرباللَّقْنُ: مصدر لَقِنَ الشيءَ
يَلْقَنُه لَقْناً ، وكذلك الكلامَ، وتَلَقَّنه : فَهِمه. ولَقَّنَه إِياه:
فَهَّمه. وتَلَقَّنته: أَخذته لَقانِـيَةً. وقد لَقَّنَنـي فلانٌ كلاماً
تَلْقـيناً أَي فَهَّمَنـي منه ما لـم أَفْهَم. والتَّلْقِـين: كالتَّفْهِيم.تفسير
تنوير الأذهان ص 125 ج 3{ان} ما {انت الا نذير} منذر بالنار والعقاب واما الاسماع
البتة فليس من وظائفك ولا حيلة لك اليه فى المطبوع على قلوبهم الذين هم بمنزلة
الموتى وقولـه {ان اللـه يسمع} الخ وقولـه {انك لا تهدى من احببت ولكن اللـه يهدى من يشاء} وقولـه {ليس لك من الامر
شئ} وغير ذلك لتمييز مقام الالوهية عن مقام النبوة كيلا يشتبها على الامة فيضلوا
عن سبيل اللـه كما ضل بعض الامم السالفة فقال بعضهم عزير ابن اللـه وقال بعضهم
المسيح ابن اللـه وذلك من كمال رحمته لـهذه الامة وحسن توفيقه. يقول الفقير ايقظه
اللـه القدير ان قلت قد ثبت انه عليه السلام امر يوم بدر بطرح اجساد الكفار فى
القليب ثم ناداهم باسمائهم وقال ” هل وجدتم ما وعد اللـه ورسولـه حقا فانى وجدت ما
وعدنى اللـه حقا ” فقال عمر رضى اللـه عنه يا رسول اللـه
كيف تكلم اجساد الارواح فيها فقال عليه السلام ” ما انتم با سمع لما اقول منهم غير
انهم لا يستطيعون ان يردوات شيأ ” فهذا الخبر يقتضى ان النبى عليه السلام اسمع من
فى القليب وهم موتى وايضا تلقين الميت بعد الدفن للاسماع والا فلا معنى لـه. قلت
اما الاول فيحتمل ان اللـه تعالى احيى اهل القليب حينئذ حتى سمعوا كلام رسول اللـه
توبيخالـهم وتصغيرا ونقمة وحسرة والا فالميت من حيث ميت ليس من شأنه السماع وقولـه
عليه السلام ” ما انتم باسمع ” الخ يدل على ان الارواح اسمع من الاجساد مع الارواح
لزوال حجاب الحس وانخراقة. واما الثانى فانما يسمعه اللـه ايضا بعد احيائه بمعنى
ان يتعلق الروح بالجسد تعلقا شديدا بحيث يكون كما فى الدنيا فقد اسمع الرسول عليه
السلام وكذا الملقن باسماع اللـه تعالى وخلق الحياة والا فليس من شأن احد الاسماع
كما انه ليس من شأن الميت السماع واللـه اعلم
§
Talqin
- Raudhatuth Tholibin
Amalan membaca talqin setelah mayat dikebumikan adalah satu amalan yang diterima sebagai sunnat atau mustahab dalam mazhab Syafi'i. Dan amalan ini telah diamalkan oleh umat Islam di Nusantara ini sejak awal kemasukan Islam lagi, tanpa ada yang mempertikaikannya atau menolaknya. Maka kenapa kini amalan sebegini dijadikan sasaran untuk menghukum orang lain sebagai pelaku bid'ah yang tidak mengikuti sunnah? Jika pun tidak mahu bertalqin, maka sewajarnya berlapang dadalah kerana ianya termasuk dalam bab khilafiyyah pada furu', di mana dalam mazhab Syafi'i ianya adalah sesuatu yang dihukumkan sebagai sunnat atau mustahab. Imam an-Nawawi rhm. menulis dalam kitab "Raudhatuth Tholibiin" seperti berikut:-
... Dan mustahab
hukumnya mentalqinkan mayyit setelah dikebumi. Maka dikatakan: "Wahai
hamba Allah anak hamba perempuan Allah, ingatlah dengan apa yang atasnya engkau
keluar meninggalkan dunia, iaitu penyaksian bahawa tiada tuhan selain Allah dan
bahawasanya Nabi Muhammad pesuruh Allah. Sesungguhnya syurga itu benar, neraka
itu benar, kebangkitan itu benar, hari kiamat pasti datang tanpa keraguan, dan
Allah akan membangkitkan sesiapa sahaja dari kubur. Sesungguhnya engkau telah
redha Allah sebagai Rab, Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai
nabi, al-Quran sebagai panutan, ka'bah sebagai qiblat dan kaum mukminin sebagai
saudara". Telah warid dengannya hadits Junjungan Nabi
s.a.w.
Selanjutnya Imam an-Nawawi
meneruskan lagi:-
Inilah
talqin yang dihukumkan mustahab oleh perhimpunan daripada sahabat kami
(yakni para ulama asy-Syafi'iyyah), antara mereka adalah al-Qadhi Husain,
Shohibut Tatimmah, Syaikh Nashr al-Maqdisi dalam kitabnya "at-Tahdzib"
dan selain mereka. Qadhi Husain telah menukilkan bahawa secara mutlak di sisi
ulama Syafi'i, membaca talqin ini adalah mustahab . Dan adapun hadits yang
datang mengenai hukum talqin ini adalah dhoif, akan tetapi hadits-hadits
(dhoif) berkaitan keutamaan (fadhoil) adalah tidak mengapa untuk diamalkan di
sisi ahli ilmu daripada kalangan muhadditsin dan selain mereka. Dan telah
diperkukuhkan hadits mengenai talqin ini dengan kesaksian beberapa hadits yang
shohih, seperti hadits : "Mohonlah kepada Allah baginya (yakni bagi
si mati) akan ketetapan (yakni ketetapan dalam menjawab fitnah kubur),"
dan wasiat Sayyidina 'Amr bin al-'Aash: "Berdirilah kamu di sisi
kuburku (walaupun hanya) selama kadar menyembelih seekor sembelihan dan
membahagi-bahagi dagingnya, sehingga aku dapat merasakan ketenangan dengan
kalian dan aku mengetahui dengan apa akan aku kembalikan utusan-utusan Tuhanku
(yakni Munkar dan Nakir)", sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam shohihnya. Sentiasalah penduduk Kota Syam beramal dengan amalan
talqin ini sejak zaman permulaan Islam lagi, iaitu zaman di mana orang-orangnya
dijadikan ikutan. Maka berkata para sahabat kami (yakni ulama Syafi'i):
" Dan duduklah orang yang membaca talqin itu di sisi kepala kuburan si
mati, dan adapun anak kecil yang belum baligh dan seumpamanya, maka tidaklah
ditalqinkan."
Oleh
itu, janganlah memandang remeh urusan talqin mayyit setelah dikubur. Ianya
adalah amalan yang punya dalil dan asas dalam Mazhab Syafi'i. Bukan hanya kita
di Malaysia yang bertalqin zaman berzaman, Imam an-Nawawi rahimahullah telah
menyatakan bahawa umat Islam di Kota Syam turut mengamalkannya sejak dahulu
lagi. Jauhilah sikap mempersenda-sendakan amalan orang lain, apatah lagi jika
ianya yang punya dasar, dan diamalkan oleh para ulama dan awliya'. Negeri
Sembilan Darul Khusus adalah negeri yang telah mewartakan fatwa berhubung
talqin. Di mana dalam Warta Kerajaan Jil. 50 No. 19 bertarikh 11 September
1997 mewartakan fatwa berikut:-
1. Talqin
hukumnya adalah sunat dan masa talqin itu ialah semasa ihtidar (hampir mati)
dan atau selepas dikebumikan.
2. Semasa di dalam ihtidar (hampir mati) maka sunat diajarkannya mengucap kalimah syahadah iaitu La ilaha illallah dan bagi mayat yang telah dikebumikan maka dikata di sisi kuburnya, kata olehmu Tuhanku Allah, Agamaku Islam, Nabiku Muhammad S.A.W. hingga akhir talqin.
3. Mana-mana orang atau kumpulan orang adalah dilarang -
(a) membid'ahkan mana-mana orang lain yang membacakan talqin kepada mayat.
(b) memegang, mengamal atau mengajarkan bahawa bacaan talqin kepada mayat adalah dilarang.
(c) menyiar, menyebar, menghebahkan atau mendedahkan dengan apa-apa cara pun bahawa bacaan talqin kepada mayat adalah dilarang.
4. Mana-mana orang Islam adalah dilarang menjadi anggota, pemimpin atau penyokong mana-mana orang atau kumpulan orang yang dilarang di dalam perenggan 3.
2. Semasa di dalam ihtidar (hampir mati) maka sunat diajarkannya mengucap kalimah syahadah iaitu La ilaha illallah dan bagi mayat yang telah dikebumikan maka dikata di sisi kuburnya, kata olehmu Tuhanku Allah, Agamaku Islam, Nabiku Muhammad S.A.W. hingga akhir talqin.
3. Mana-mana orang atau kumpulan orang adalah dilarang -
(a) membid'ahkan mana-mana orang lain yang membacakan talqin kepada mayat.
(b) memegang, mengamal atau mengajarkan bahawa bacaan talqin kepada mayat adalah dilarang.
(c) menyiar, menyebar, menghebahkan atau mendedahkan dengan apa-apa cara pun bahawa bacaan talqin kepada mayat adalah dilarang.
4. Mana-mana orang Islam adalah dilarang menjadi anggota, pemimpin atau penyokong mana-mana orang atau kumpulan orang yang dilarang di dalam perenggan 3.
Hukum Membaca Surah
Yasin Dan Tahlil Berjemaah
lenggangkangkung-my.blogspot
e-fatwa.gov.my
Tarikh Keputusan:
9 Sep, 2002
Huraian Tajuk/Isu:
Hukum Bacaan Surah Yasin dan
Bertahlil samada sampai atau tidak pahala amalan tersebut kepada simati.
Keputusan:
Mesyuarat Jawatankuasa Fatwa Negeri
Johor yang bersidang pada 9 September 2002 telah membincangkan mengenai Hukum
Membaca Surah Yasin Dan Tahlil Berjemaah.
Alhamdulillah fatwanya:
Segala bentuk sedekah seperti
kenduri, membaca ayat-ayat Al-Quran dan segala bentuk zikir, tahlil adalah
harus dan pahalanya إن شاء الله sampai kepada simati yang ditujukan
dengan syarat diniatkan semua pahala amalan-amalan kebajikan tersebut untuk
simati dengan penuh keikhlasan.
No comments:
Post a Comment